
Jakarta - Penghapusan penjualan tiket pesawat di terminal penumpang bandara yang akan mulai berlaku 15 Februari 2015 menuai kritik. Aturan yang dikeluarkan melalui Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor HK 209/1/1/16/PHP.2014 dianggap mempersulit masyarakat, meski tujuannya baik.
Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Soegeng Poernomo mengatakan, tujuan aturan ini memang untuk menghapus calo di terminal penumpang bandara. Namun menurutnya, cara melarang menjual tiket di terminal tak tepat.
Soegeng menegaskan, seharusnya yang diperlukan penegakkan pengawasan oleh operator bandara seperti Angkasa Pura I dan II, bukan menghilangkan loket penjualan tiket.
"Kalau mereka (penumpang) ingin terbang mendadak, mereka ingin cari tiket di mana? Bisa 'mati' di situ. Akhirnya yang susah kan masyarakat juga. Minimal kalau sekarang ada 5, dikurangi jadi 2. Jadi dilakukan secara bertahap selama beberapa waktu," katanya usai diskusi dialog publik mengenai transportasi udara di Newseum Cafe, Jalan Veteran I no 33, Jakarta Pusat, Selasa (3/1/2015).
Ia mengatakan, persoalan calo di bandara sangat sederhana, karena hanya masalah pengawasan yang perlu ditegakkan. Menurutnya, perlu aparat hukum untuk mengatasi calo, namun dengan cara menghapus tiket di terminal lagi-lagi konsumen yang dirugikan.
"Pada akhirnya masyarakat yang menjadi korban. Masyarakat yang perlu pergi mendadak, telat transfer, jadi tidak bisa berangkat," tegasnya.
Sebelumnya Direktur Utama Angkasa Pura II Budi Karya Sumadi mengatakan akan membangun pusat layanan atau service center. Tujuannya sebagai tempat pelayanan bagi penumpang yang akan melakukan reschedule atau penyesuaian jadwal terbang, hingga pembelian tiket secara tiba-tiba.
Lokasi service center terpadu tersebut, akan berada jauh dari area check-in counter, agar tidak menggangu pergerakan penumpang. "Kita sediakan pool customer service tapi nggak ada tempat check-in," jelas Budi.
Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor HK 209/1/1/16/PHP.2014 tentang peningkatan pelayanan publik di bandara sudah beredar sejak 31 Desember 2014, di antaranya mengatur soal larangan penjualan tiket pesawat di terminal bandara. Tujuan dari kebijakan ini untuk mengurangi kesemrawutan bandara-bandara di Indonesia.
Sementara itu, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Julius Adravida Barata mengatakan para maskapai penerbangan masih bisa menjual tiket pesawat di luar terminal penumpang bandara, termasuk akses menuju terminal, asalkan tak di dalam terminal. Artinya calon penumpang masih bisa mendapat tiket di kawasan bandara, namun bukan di dalam terminal.
"Bunyi surat edarannya tak boleh di gedung terminal penumpang, di dalam gedung," tegas Barata.
0 komentar:
Posting Komentar